Musibah pandemi yang kini melanda dunia, benar-benar mengingatkan kita tentang kecil dan lemahnya kekuatan manusia di hadapan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT, penguasa alam semesta. Meskipun demikian, bagi seorang mukmin maka musibah itu adalah ladang pahala.
Nabi SAW bersabda, “Apabila menimpa padanya kesulitan maka dia pun bersabar, maka hal itu baik baginya.” (HR. Muslim)
Musibah bukan saja menjadi ladang pahala bagi mereka yang bersabar menghadapinya. Namun, musibah juga mengingatkan manusia akan dosa-dosa yang telah dilakukan. Karena tidaklah turun bala dan malapetaka kecuali disebabkan dosa-dosa umat manusia. Sebagaimana hal itu pernah dinasihatkan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu. Ini menuntut kita sebagai hamba untuk selalu menyadari dosa dan kekurangan kita dalam menghamba kepada Allah.
Seorang hamba, betapa pun tinggi kedudukan dan prestasi yang dapat dia gapai, sesungguhnya ia adalah lemah dan fakir. Senantiasa butuh bantuan dan bimbingan Allah; Dzat yang menciptakan dirinya dan segenap alam ini. Lihatlah keadaan manusia yang telah menggantungkan hatinya kepada selain Allah. Mereka justru terjebak dalam kebingungan dan kesengsaraan. Padahal, bagi kaum beriman tiada tempat bergantung bagi mereka kecuali kepada Rabbnya. Sebagaimana karakter orang-orang yang masuk surga tanpa hisab adalah, “Mereka bertawakal hanya kepada Rabbnya.” (HR. Bukhari)
Dalam kondisi musibah dan kesulitan semacam ini, seorang muslim ditempa kesabaran dan tawakalnya kepada Allah. Dengan kesabaran dia akan mendapatkan pertolongan. Dengan tawakal kepada Allah maka dia akan mendapatkan kecukupan. Tawakal mengandung sikap berserah diri kepada Allah dan tidak bergantung hati kepada sebab yang ditempuh.
Inilah kiranya yang perlu untuk kita asah dan kita murnikan kembali. Sejauh mana hati kita bergantung kepada Allah dan tidak bersandar kepada selainNya. Disinilah keimanan kita diuji. Disinilah penghambaan seorang dinilai dan diukur. Semoga Allah mengampuni dosa dan kesalahan kita selama ini.